Selasa, Desember 18, 2007

Film Indie Representasi Masa Depan

Sumber : Harian Umum KOMPAS 17 Desember 2007 Halaman K

Sulit Ditemukan Tema-tema Politik

Film-film indie yang diproduksi oleh generasi muda saat ini merupakan representasi
film-film Indonesia masa depan. Ide-ide baru yang keluar dari tema-tema mainstream dari film yang diputar di bioskop saat ini akan semakin memperkaya film Indonesia.

Dalam media briefing "LA Lights Indie Movie Roadshow" di Yogyakarta, Minggu (16/12), sutradara Enison Sinaro mengungkapkan film-film indie yang ada merupakan wajah film Indonesia kedepan. "Film-film indie yang dihasilkan saat ini dapat menjadi tolok ukur film-film mendatang." kata sutradara Long Road to Heaven.

Masa depan perfilman dapat dilihat dari beragamnya tema yang diusung oleh sineas-sineas muda film indie. Spirit kebebasan tanpa intervensi dari pihak luar yang diusung film indie akan menjadi fondasi yang kokoh ketika para sineas memasuki dunia industri perfilman. Sebab, dalam dunia industri, sebuah film tidak hanya menjadi media ekxpresi idealisme sineas belaka, tetapi harus juga mengakomodasi berbagai kepentingan kapital didalamnya.

Salah satu juri LA Lights Indie Movie, John De Rantau, menambahkan pertumbuhan film nasional tidak akan ada artinya tanpa perkembangan film-film independen. "Film independen mengusung gaya bahasa baru, menawarkan tema yang unik dan berbeda dari tema mainstream yang sudah ada sebagai suatu bentuk perlawanan baru," tutur sutradara Denias, Senandung di Atas Awan itu.

Dalam kompetisi LA Lights Indie Movie, misalnya, terlihat keberagaman tema menjadi kekuatan dari delapan film indie yang dipilih oleh dewan Juri. Tema pubertas, kelompok independen, dan dunia fans dieksplorasi menjadi film-film yang mampu mengangkat berbagai realita secara mendalam.

"Kecenderungannya, tema-tema itu diangkat dari simpati terhadap apa yang dialami orang-orang terdekat disekitar," ujar Enison.

Kedelapan film, masing-masing Dami bukan Dummy, Naughty Matahari, Mata Sinar, Sombo, 1000 Shura, Anak-anak itu Terlahir dari Doa, Jalan Kan Kuseberangi, dan Cinta dalam Sepotong Es Krim mereprentasikan berbagai hal, seperti multikulturalisme, fobia, bahkan moralitas yang selama ini sering luput dari film nasional.

WARNA

Ide-ide baru diharapkan mampu memberi warna bagi perfilman nasional yang saat ini hanya didominasi tema-tema percintaan remaja maupun horor semata.

"Film Indonesia saat ini masih kurang banyak. Dibutuhkan film-film dengan tema yang tidak umum, tema-tema yang lebih aneh dari sekedar cinta-cintaan saja," ucap penulis naskah Naughty Matahari, Yuliasri.

Warga Bandung ini mencontohkan, masih sulit menemukan film-film bertema politik atau
dokumenter di bioskop-bioskop Indonesia.


Komentar warta tinular :

Sudah tidak sabar rasanya melihat generasi-generasi muda yang kreatif ini masuk industri perfilman. Jadi ingin lihat gimana "Kerajaan" film dan sinetron yang merajai industri perfilman saat ini yang mengandalkan tema kekerasan, daya khayal tingkat tinggi, percintaan, plagiat, dan horor dangkal semata, kerepotan menghadapi generasi baru perfilman ini. Bisa jadi suatu saat, kebanyakan film dan sinetron-sinetron yang ada saat ini hanya akan jadi sejarah "kelam" masa lalu perfilman di Indonesia :-D

Sebaliknya, generasi-generasi baru ini, yang mempunyai ide lebih, berbeda, dan segar
tentunya akan menghasilkan karya yang lebih bermutu, menarik dan lebih mendidik dimasa yang akan datang.

0 komentar: